Rabu, 03 Oktober 2018

Obrolan Tengah Malam



Bagaimana ternyata usia sangat mempengaruhi pola pikir seseorang. Sebenarnya hal ini bukan sesuatu yang baru untuk dibahas. Jelas dong, semakin bertambahnya usia seseorang, tentunya dia akan menjadi semakin matang dalam berfikir. Tapi yang menjadi persoalan, sepertinya peraturan itu tidak berlaku untuk semua orang. Buktinya pernyataan "Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan", tetap masih terdengar riuh acap kali seseorang mengalami pergantian usia. Seolah-olah menjadi tua tidak lantas membuatmu menjadi dewasa. Ya mungkin juga karena pada kenyataannya justru kakek nenek kita semakin hari semakin bersikap kekanakan bukan? 

Baik.. Mari kita buat ini lebih sederhana.

Beberapa saat yang lalu saya dan teman menonton sebuah film yang belakangan ini cukup menjadi buah bibir. Film yang diangkat dari sebuah novel tentu saja membuat film tersebut menjadi lebih bernilai untuk ditunggu. Mengapa ? Karena jelas, orang-orang ingin lebih memahami sebuah cerita lewat apa yang mereka lihat dan saksikan sendiri setelah imajinasi membawa mereka ke berbagai macam ekspektasi. 
Singkatnya, film dimulai, kami menonton, film selesai, kami berdiskusi. Kami berdua sepakat, ekspektasi kami terhadap film ini sepertinya terlalu tinggi. Atau mungkin orang-orang yang menonton film ini memberikan reaksi yang berlebihan. Atau juga mungkin kami hanyalah 2 orang manusia yang justru terlalu berlebihan menanggapi film ini dengan terlalu serius. 
Well.. Apapun itu, ini bukan tentang sebagus apa atau setidak bagus apa film tersebut. Tetapi lebih mengenai mengapa orang-orang menganggap film tersebut bagus sementara menurut kami memiliki pandangan yang berbeda, biasa saja- bukan jelek loh ya... 
Kami mulai mempertanyakan kebekuan hati kami terhadap film film yang bernuansa romantis. Kami seperti merasa gagal karena tidak merasa terharu biru seperti yang orang-orang sampaikan dari sosial medianya. 
Kami mulai menerka-nerka bagian mana yang membuat film ini menjadi tidak menarik versi kami dan mengapa menjadi sangat menarik menurut versi mereka. Hingga akhirnya, diskusi ini berakhir pada kenyataan bahwa bisa saja orang-orang yang  menganggap film ini sangat sangat keren  adalah orang-orang yang berada pada rentang usia yang masih cukup muda dan masih menyenangi hal hal yang terlalu di dramatisir-mungkin.
Sementara, menurut kami, apa yang ada di film tersebut justru seperti tidak masuk akal. Terlalu "cinderella story" yang tidak sesuai dengan realita yang ada. 
Kami mulai membandingkan karakter demi karakter yang ada di cerita dengan dunia nyata. Pada akhir diskusi aku sendiri mulai menyadari bahwa pada dasarnya justru kamilah yang terlalu serius menanggapi hal-hal yang disajikan dalam film tersebut. 
Kami lupa bahwa film is just a film. Tujuannya untuk menghibur, bukan untuk mewujudkan ekspektasi sejuta umat. Mungkin, jika aku menonton film ini 10 tahun yang lalu, aku akan masuk kedalam kelompok orang yang akan sangat menyanjung film ini. Ada banyak mimpi di film ini, hal-hal indah yang terjadi tampak terlalu tidak nyata. Cerita romantis picisan yang jelas hanya terjadi di buku bacaan dan hal hal tidak nyata itu selalu jadi objek yang paling dinikmati oleh para remaja yang baru beranjak dewasa. Pasti ingin seperti "si gadis", bisa ketemu dengan "si pria", mendapatkan cinta sejati lalu kemudian bahagia selama-lamanya.  Happily ever after ! The End, Fin, Tamat. 

Sayangnya, kami menonton di usia yang hampir menyentuh kepala tiga. Usia dua puluh tahun menjelang akhir- Belum akhir-akhir banget loh ya, masih menjelang. kami tidak setua itu :D- dimana segala drama di novel hanya akan tetap ada di novel, dimana realistis lebih diutamakan daripada imajinasi. Hal hal ini yang mungkin justru membuat ekspektasi kami terhadap "Bahagia" menjadi berubah. 
Kami terlalu serius dalam menilai sebuah film hingga membawanya kedalam sebuah percakapan yang serius tentang masa depan dan hal-hal lain yang ingin diwujudkan. Kami mungkin lupa "menikmati" karena terlalu serius "mengamati".
Eh tunggu dulu,  mungkin aku tidak bisa menggunakan kata "kami" karena bisa saja temanku ini tidak sependapat dengan ku. 

Aku yang kerap lupa "Menikmati"  karena terlalu serius untuk "Mengamati".
Aku, kerap lupa untuk menikmati apa yang sudah sutradara tersebut sajikan karena terlalu sibuk dengan mengamati bagian dari setiap film yang terlihat tidak masuk akal. Aku juga lupa bahwa cartoon favoritku selama ini juga bukan sesuatu yang masuk akal, lantas mengapa aku masih bisa menikmatinya tanpa berfikir terlalu serius?
Mungkin ini kenapa akhirnya peterpan benci untuk  menjadi dewasa. Karena ketika menjadi dewasa, kita melihat sesuatu yang berwarna menjadi hitam putih. Kita tidak melihat lagi bahwa hitam ataupun putih juga merupakan kumpulan dari berbagai macam warna. Kita lupa untuk menikmati karena cenderung mengamati hingga mengkritisi sesuatu hanya karena tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.  Kita terlalu banyak berfikir seharusnya itu begitu, seharusnya itu begini, tanpa mau melihat berbagai macam kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.


Entah muda dengan kekanakannya
Entah tua dengan kedewasaannya
Atau 
Muda dengan kedewasaannya 
Tua dengan kekanakannya
Memangnya kenapa ? 

Jika kalian menanyakanku, aku sepertinya ingin menikmati masa dimana aku berada saat ini. 
Bagiku, menjadi dewasa atau bersikap kekanakan bukan soal bagaimana memandang kebahagiaan saja  atau tentang bagaimana sesuatu berjalan sesuai dengan aturan semesta yang berlaku, juga bukan tentang bagaimana melihat sesuatu hal dengan lebih bijak dan mengeluarkan kalimat kalimat yang terkesan "Dewasa" atau juga bukan seberapa banyak jumlah umur yang telah kita masuki.

Karena tetap saja akan ada beberapa hal yang harus ditertawakan. Menertawakannya tak lantas menjadikanmu kekanakan, bukan ?
Dan tetap saja harus ada beberapa hal yang harus ditanggapi secara serius. Bersikap serius tak lantas membuatmu tak dapat menikmati hidup, bukan ?
 
Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.- Pramoedya Ananta Toer "Child of All Nation"

Dewasa itu tahu kapan harus bersikap bijak menyikapi hidup tanpa harus kehilangan cara untuk menikmati dan mentertawakan masalah. 
Growing Up and Staying Young Nas ... 😉😉